Thursday, February 1, 2007

HUKUM ARAK SEBAGAI BAHAN CAMPURAN MAKANAN

I. PENDAHULUAN
Ketika kita jalan-jalan di Mall lalu melewati Foods Counter yang terjejer berbagai rumah makan internasional sebut saja restoran China, atau restoran Jepang, atau restoran past food ala Barat, tercium aroma yang luar biasa hebat, menggambarkan cita-rasa yang tinggi, sehingga membangkitkan selera makan bagi siapa saja yang menciumnya. Tak salah jika ada orang berkata “Jangankan yang lapar, yang kenyang saja jadi pingin lapar”. Oleh karena itu tidak salah jika di era 90 an di Indonesia telah terjangkiti sindrom makanan Cina (Chinese Food Syndrom). Karena ketertarikan dan kenikmatan makanan ala negeri tirai bambu itu.
Ketika anda, anak anda, atau handai taulan anda mengadakan pesta ulang tahun, lalu disana disajikan kue khas ulang tahun yakni Tar. Saya yakin (kecuali kuenya dibuat sendiri) dalam kue itu, disamping didominasi cokelat, juga ditambahkan Rum sebagai pembangkit citra rasa khas kue Tar (ini untuk Tar asli ala Barat).
Konon kabarnya, orang Aceh dulu dalam proses memasak daging (Semisal Rendang di Padang) – sebelum ganja disalah gunakan orang untuk mabuk – biasa memasukkan beberapa lembar daun Ganja kedalam masakan mereka, konon kabarnya daun ganja ini dapat meningkatkan citra rasa yang luar biasa.
Jika anda rajin buka buku resep ala China (misalnya Work with Yan : Buku dari Maestro masak ala China (Chinese food) yang menjadi Best Seller di seantero dunia), masakan ala Jepang atau masakan ala Barat kita akan dapati disana bahwa sebagian resep makanan dari China, Jepang, atau ala Barat ada sebagian yang memakai “khamr” sebagai salah satu bahan campuran makanan tersebut dengan nama dan jenis tertentu seperti : Arak China, Shake, Rum, Wisky, atau Cognac.
Dari buku tersebut dapat diketahui rahasia penggunaan khamr dalam makanan itu misalnya :
1. Jika akan memasak ikan atau daging, maka rendamlah terlebih dahulu ikan atau daging tersebut dengan dengan arak beberapa saat, (tentu saja dengan bumbu-bumbu yang lain), disamping bau amisnya akan hilang, ikan atau daging akan empuk, juga akan menambah aroma dan cita rasa yang khas.
2. Alkohol dapat membunuh bakteri yang merugikan yang terdapat pada ikan/daging sebelum dimasak.
3. Dalam pembuatan kue basah, (biasa di Amerika dan di Eropa disajikan untuk makanan penutup) sebelum melalui proses pembakaran, adonan kue itu ditambahi beberapa sloki Rum, atau Wisky, bisa juga dengan Cognac. Maka akan menampilkan kue yang punya rasa khas, wangi Rum atau Wisky masih ada, tetapi tidak mabuk walau kita makan banyak.
Hal diatas merupakan kebutuhan manusia dalam pola makanan, betul andaikan manusia meninggalkan untuk memakainya tidak akan memudharatkan kehidupannya, akan tetapi manusiapun butuh dengan hal-hal yang bagus, indah, enak, dan menarik, (estetika). Kelazatan hidup, merupakan gharizah setiap manusia yang tidak dapat dipungkiri.
Namun jika kita kembalikan ke masalah hukum Islam, ada hal yang masih menjadi permasalahan bagi kita yakni menyangkut hukum memakan makanan yang dicampuri dengan khamr, bagaimana hukumnya?
Para ulama mengatakan bahwa Khamr merupakan benda haram dan najis [1]. Dengan alasan Surat al-Maidah : 90
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, judi, berhala dan undian adalah kotor termasuk perbuatan syeitan …..
Kalau kita lihat dari ayat ini, dapatlah kita fahami bahwa makna rijs tersebut bisa mempunyai dua makna :
1. Dzat dari arak itulah yang haramkan. Dengan logika setiap yang haram adalah pasti najis. Dari pemahaman ini dapat diartikan bahwa khamr merupakan benda yang haram untuk dikonsumsi, dan najis apabila bersentuhan dengan benda yang kita pakai. Dan makanan yang tercampur dengannya tentu saja tidak boleh dimakan karena tercampuri benda haram/najis.
2. Dampak dari arak itulah yang diharamkan yakni perbuatan mabuknya, karena kata rijs nya khamr disejajarkan dengan perbuatan judi, menyembah berhala, mengundi nasib. Dari pemahaman ini dapat diambil suatu kesimpulan bahwa dzat khamr bukan merupan benda najis karena dibuat dari benda suci (anggur, beras, gandum, madu, dll), yang dilarang adalah perbuatan dan akibat dari minum khamrnya.
Syatibi mengungkapkan bahwa dalam setiap hal yang tidak bermanfaat tentu ada kebalikannya yakni bermanfaat.[2] Namun ketidak manfaatannya yang lebih dominan ketimbang kemanfaatannya. Demikian juga dalam al-Qur’an dikatakan bahwa: Mereka bertanya kepadamu tentang Khamr dan perjudian, Jawablah, pada keduanya terdapat dosa besar dan mengandung manfaat bagi manusia, tetapi dosanya jauh lebih besar dibanding manfaatnya.. (al-Baqarah : 219)
Penelusuran secara mendalam tentang landasan filosofis hukum memakan makanan yang tercampur dengan Khamr ini merupakan ‘tugas’ dari studi Filsafat Hukum Islam. untuk itu merupakan suatu keniscayaan bagi kita untuk ‘mencarikan’ landasan hukum agar dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat luas.

II. PEMBAHASAN
A. Makna Khamr.
Kata Khamr disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 7 kali dalam di beberapa tempat yakni dalam surat al-Baqarah ayat 219 dan surat al-Ma’idah 90 dan 91 dari kedua ayat ini menerangkan tentang sifat dan hukum meminum khamr, kemudian dalam surat Muhammad ayat 15 menerangkan bahwa khamr merupakan minuman yang disediakan untuk ahli surga. Dua kali dalam surat Yusuf yakni dalam ayat 36 dan 41 yaitu tentang dialog dua orang pemuda yang berada di dalam penjara tentang mimpinya dan mimpi kedua kedua pemuda itu di ta’wil oleh Nabi Yusuf AS.
Khamr (خمر) berasal dari kata خمر- يخمر - خمرا yang berarti ( ستره وغطاه ) menutupi, dan menyembunyikan.[3] Sedangkan menurut Ali Ash-Shabuni yang dimaksud dengan khamr adalah : ما ستر علي العقل[4] Dalam kamus Lisanul Arab ditemukan makna lain dari khamr yakni mendekati dan bercampur.[5]
Sedangkan Al-Razi dalam tafsirnya memberi makna khamr dengan dua arti, pertama karena menutup akal dan merubahnya , kedua karena adanya perubahan dari bau perasan anggur itu.[6]
Sedangkan menurut Istilah ada dua definisi, Pertama difinisi Abu Hanifah yakni sebagai nama (sebutan) untuk jenis minuman yang dibuat dari perasan anggur sesudah dimasak sampai mendidih serta mengeluarkan buih dan kemudian menjadi bersih kembali. Dari sari buah itulah yang mengandung unsur yang memabukkan. Kedua, definisi yang diberikan oleh Mazhab Hanafiyah dan jumhur ulama yang memberi definisi sebagai : seluruh minuman yang mengandung unsur yang memabukkan, sekalipun bukan terbuat dari perasan angur.[7]
Dari dua definisi ini tanpaknya ada perbedaan yang prinsipil yakni Abu Hanifah mengkhususkan pemaknaaan Khamr sebagai minuman khusus yang terbuat dari perasan anggur sedangkan Jumhur mangambil makna yang lebih umum, minuman terbuat dari apa saja yang dapat memabukkan.
Dalam Mazhab Hanafi dikenal dua istilah had (hukuman) bagi orang yang meminum khamr (asy-syurbi) dan mabuk (as-sakri) bagi minuman yang bukan khamr seperti nabidz. Bagi yang pertama tidak ada batasnya, sedikit atau banyak, mabuk atau tidak , tetap bagi pelakunya dikenakan had. Akan tetapi bagi peminum yang kedua tidak dikenakan sanksi apabila tidak mabok, tetapi apabila mabuk karena minum nabidz maka di beri had.
Kiranya pendapat kedua ini yang lebih dekat dengan keterangan sunnah yang diriwayatkan oleh Nasa’I dari Abi Hurairah :
الجمر من هاتين الشجرتين النخلة والعنبة (رواه النسائ)[8]
Khamr itu dibuat dari dua buah-buahan yakni kurma dan anggur (HR. Nasa’I)

sedangkan dalam hadis lain diungkapkan sebagai :
Khamr itu dibuat dari dua buah-buahan ini, yaitu kurma dan anggur
Sesungguhnya dari anggur itu terbuat khamr, demikian juga dari kurma, madu, gandrum dan biji sya’ir (HR. Abu Dawud, Turmudhi dan Ibn Hibban)[9]

Ternyata dalam perkembangan selanjutnya khamr telah mengalami perkembangan dalam prosesnya yakni pada zaman Nabi hanya terbuat dari dua bahan saja yakni kurma dan anggur sedangkan pada zaman Umar bin Khattab sudah berkembang menjadi lima. Demikian juga di Barat dibedakan antara bahan yang dibuat dari anggur putih, anggur merah dan anggur hitam. Dari bermacam-macam bahan dasar itulah terjadi berlainan nama dan sebutan ada yang dinamakan White Wine, Red Wine, Wisky, Rum, Cognac, Brendy, Vodka, dan lain-lain. Sedangkan di beberapa daerah di Indonesia, Khamr terbuat dari air Nira, air tape, atau air tebu yang lazim disebut Tuak.
Dari perasan anggur atau bahan lainnya terutama yang mengandung zat hidrat arang (seperti melase, gula tebu, sari buah) ketika disimpan atau diberi ragi kemudian disimpan selama beberapa waktu lamanya, akan terjadi proses permentasi. Dari proses permentasi ini keluarlah alkohol [10]
Sudah sejak lama orang mengenal alkohol sebagai zat yang terdapat dalam cairan yang mengandung gula dan bisa menimbulkan rasa segar bila diminum. Sebagaimana mereka juga telah mengetahui bahwa alkohol memiliki daya pengaruh terhadap tubuh, yang memberikan rangsangan-rangsangan tertentu pada saluran saraf sehingga dapat menimbulkan dampak ketidaksadaran bagi pemakaiannya.
Dalam dunia medis, alkohol memang tergolong bahan atau zat yang relatif aman untuk digunakan. Yaitu bila digunakan dalam jumlah yang semestinya dan tidak dilakukan secara berulang-ulang. Karena tindakan tersebut pada akhirnya akan menimbulkan adiksi (ketergantungan) bagi pemakaiannya.[11] Sementara dalam kamus psikologi dikatakan bahwa alkohol adalah senyawa kimia organis yang berperan sebagai obat peringan pada aktifitas saraf, merupakan minuman yang sifatnya memabukkan dan menimbulkan ketagihan.[12] Sedangkan dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia disebutkan bahwa alkohol adalah kelompok senyawa organik dengn kandungan gugus hidroksil (OH) yang terikat pada atom karbon jenuh, yang kecuali dengan gugus hidriksil ini ia hanya berkaitan dengan karbon lain atau hidrogen.[13]
Pada umumnya alkohol disebut sebagai etanol atau hasil peragian pati atau gula yang merupakan senyawa organik antara karbon, hidrogen dengan oksigen di mana malekulnya mengandung satu atau lebih radikal hidroksil dengan rumus kimia C2 H5 OH. Sehingga alkohol bila dilihat dari jumlah hidroksil yang melekat pada atom karbon tersebut dibedakan menjadi tiga jenis :
1. Alkohol primer yaitu apabila karbon itu mengikat dua atau lebih atom hidrogen.
2. Alkohol skunder yaitu apabila hanya mengikat satu atom hidrogen.
3. Alkohol tersier yaitu apabila tidak mengikat atom hidrogen.[14]
Sebagian besar etanol diproduksi di dunia minuman keras, yang diproses dari bahan pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara permentasi yaitu penyaringan dan peragian atau tanpa permentasi. Dari berbagai jenis minuman keras yang sudah dikenal di tengah masyarakat Indonesia, minuman beralkohol dikelompokkan kedalam tiga kelompok yaktu :
1. Minuman beralkohol golongan A adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol (C2 H5 OH) I % sampai dengan 5 %. Minuman ini sering dikatakan soft drink. Merk yang terkenal di pasaran misalnya Green Send.
2. Minuman beralkohol golongan B adalah minuman beralkohol dengan kadar ethanol 5 % sampai dengan 20 %. Salah satu dari kelompok ini adalah Beer.
3. Minuman beralkohol golongan C adalah minuman beralkohol dengan kadar 20 % keatas.
Pada masa sekarang ini banyak minuman keras yang diproduksi dengan kadar ethanol yang beraneka ragam, dibawah ini akan dijelaskan kadar alkohol yang terkandung dalam beberapa minuman yang sudah beredar :

JENIS MINUMAN
KANDUNGAN ALKOHOL
Green Send
1 %
Bir
5 - 15 %
Bir Hitam
15 %
Rupa-rupa anggur
15%
Tokayer
15 %
Samsu
15-17%
Anggur Spanyol
15-20 %
Anggur Honggaria
15-20 %
Sherry
20 %
Wisky
30 - 40 %
Jenever
40 %
Bols
40 %
Vodka
43 %
Likeuren
30 - 50 %
Cognac
30 - 40 %
Rum
40 - 70 %
Brendy
40 - 70 %
Anggur Putih
40 - 70 %
Anggur Merah
40 - 70 %
Sampagne
40 - 70 %
Anggur Malaga
20 %[15]

Perlu diketahui bahwa sifat-sifat al-kohol ini adalah :
1. Tidak berwarna
2. mudah menguap.
3. mudah terbakar.
4. mudah larut dengan unsur/ senyawa yang lain oleh karena itu seringkali alkohol dipakai untuk campuran obat.
5. membunuh bakteri (kuman). Apabila dokter mau menyuntik pasien, biasanya alat suntik dan kulit yang akan ditusuk diberi alkohol dulu supaya tidak terjadi infeksi. Selain itu alat-alat operasi biasanya dicuci, atau direndam dahulu dengan alkohol sebelum digunakan.

B. Pengharaman Khamr.
Kita temukan dalam al-Qur’an bahwa Khamr dilarang dengan cara persuasif yaitu dengan jalan tadrijiy (bertahap) hal ini dikarenakan bahwa Khamr merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari bangsa Arab pada waktu itu, tradisi minum Khamr sudah berurat berakar dan sangat sulit dipisahkan dari kehidupan mereka. Sehingga pelarangannyapun diperlukan secara bertahap agar masyarakat Arab - dalam hal ini umat Islam - yang baru memeluk agama Islam tidak kaget dan dengan suka hati meninggalkan kebiasaan buruknya meminum Khamr.
Pertama, Surat al-Baqarah ayat 219 yang berbunyi :

يسئلونك عن الخمر والميسر قل فيهما اثم كبير ومنافع للناس واثمهما اكبر من نفعهما

Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah pada keduanya itu terdapat dosa besar dan ada manfaatnya bagi manusia, tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.
Sabab wurud dari ayat ini adalah pertanyaan yang dilontarkan oleh Umar bin Khattab, Muaz bin Jabbal, dan beberapa orang dari golongan Anshar.[16]
Dalam ayat ini belum ada larangan tentang pengharaman baik terhadap khamar maupun judi, hanya saja ayat ini menginformasikan bahwa didalam kedua hal ini terdapat dosa besar, akan tetapi diutarakan bahwa masih ada manfaatnya bagi manusia namun dosanya lebih besar dari manfaatnya. Maka pada masa itu sebagian orang meninggalkan meminum khamr tapi ada juga sebagian yang masih meminumnya.[17]
Kedua, ketika Abdurrahman bin Auf beserta teman-temannya meminum khamr dan tibalah waktu shalat, kemudian Abdurrahman membaca surat al-Kafirun, ternyata - karena membacanya dalam keadaan mabuk - bacaan itu terbalik-balik dan tidak ada ujungnya.[18] maka turunlah surat An-Nisa ayat : 43

ياايها الذين امنوا لا تقربوا الصلوة وانيم سكارى حتى تعلموا ما تقولون ….

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengerjakan shalat ketika kamu sedang mabuk sampai kalian mengetahui apa yang kalian ucapkan….

Ketiga, setelah turun dua ayat ini masih pula banyak para sahabat yang suka meminum khamr ini dan terlihat dampak nagatifnya dari minuman tersebut sehingga Umar bin Khattab berdo’a [19] :
اللهم بين لنا في الخمر بيانا شافيا

Maka turunlah surat al-Ma’idah ayat 90 yang berbunyi :

ياايها الذين امنوا انما الخمر والميسر والانصاب والازلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبوه لعلكم تفلحون

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, berjudi,(berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah, itu merupakan perbuatan syetan maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu mudah-mudahan kalian mendapat keberuntungan.

Setelah ayat ini turun, Umar bin Khattab seraya berucap :انتهينا, انتهينا[20]
Dalam ayat ini manusia dituntut untuk meninggalkan meminum khamr karena hal itu termasuk perbuatan keji atau perbuatan setan. Dari ayat inilah dapat kita tarik kesimpulan bahwa Allah secara tegas mengharamkan khamr, dengan kalimat “ijtanibuu” yang merupakan fiil amr untuk menjauhi khamr.
Meminum Khamr merupakan dosa besar, maka segala sesuatu yang berhubungan dengan khamr mendapatkan juga cipratan dosanya. Sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah dan Turmudzi dari anas bin Malik mengatakan :
Dalam persoalan khamr ini ada sepuluh orang yang dikutuk karenanya, yakni pembuat, pengedar, peminum, pembawa, pengirim, penuang, pemakan hasilnya, pembayar, dan pemesannya.
Alasan mengapa khamr dilarang tentu saja ada tujuannya yaitu ada dua, Pertama : aspek lahir yakni menjaga kebutuhan primer manusia yang bersifat dharuriyah : (al-dharuriyah al-khamsah) yakni menjaga agama, menjaga akal, menjaga nyawa, menjaga harta, menjaga keturunan, dan menjaga kehormatan. Apabila keutuhan primer ini diabaikan, maka kehidupan manusia akan tidak teratur dan berantakan.
Meminum khamr dapat merusak akal manusia, tidak mustahil bukan akal saja yang terancam tetapi dapat menyebabkan kebutuhan primer yang lainpun bisa terancam karenanya. Seorang peminum ketika mabuk dapat menghilangkan nyawanya atau nyawa orang lain, dapat menghamburkan hartanya atau merampas harta orang lain, dapat merusak keturunan, dan kehilangan kehormatannya atau mengganggu kehormatan orang lain, bahkan bagi orang yang sudah ketagihan zat adiktif seperti shabu-shabu, heroin, morfin, ekstasi dan benda sejenisnya, bisa saja agama dipertaruhkan dan ditukar dengan obat terlarang itu demi mendapatkan obat-obatan tersebut.
Kedua : aspek bathiniyah yakni menyebabkan tibulnya permusuhan, kebencian, jauh dari mengingat Allah SWT, meninggalkan shalat.
Oleh karena itu, bagi orang yang meminum khamr, dikenakan sanksi pidana hudud. Para ulama mewajibkan melaksanakan had bagi peminum khamr dengan minimal 40 kali cambuk dan maksimal 80 kali.[21]
C. Khamr Ketika Berubah Menjadi Cuka
Para ulama berpendapat apabila khamr berubah menjadi cuka dengan sendirinya yakni tanpa proses tangan manusia untuk menjadikan khamr itu cuka, maka cuka yang dari khamr ini halal dimakan. Namun apabila perubahan itu tidak dengan sendirinya, yakni disengaja dijadikan cuka, maka para ulama dalam hal ini terbagi menjadi tiga golongan, pertama menghukuminya haram.[22] Kedua, menghukuminya makruh, dan ketiga membolehkannya. Mereka yang membolehkannya itu antara lain, Umar bin Khattab, Imam Syafi’I, Ahmad bin Hambal, Sufyan Tsauri, Ibnu Mubarok, Ata bin Abi Rabah, Umar bin Abdul Aziz dan Abu Hanifah.[23]
D. Khamr Sebagai Campuran Makanan
Telah dibahas dimuka tentang hukum meminum khamr bahwa siapa saja yang meminum khamr merupakan dosa besar dan peminumnya wajib diberi hukuman had tanpa memperhatikan kadarnya.
Akan tetapi apabila khamr itu dicampurkan atau dipakai untuk merendam makanan kemudian makanan tersebut dipanaskan/dimasak yang menyebabkan kandungan alkohol itu menguap dan yang tertinggal dari khamr itu bahan asalnya seperti yang diilustrasikan dalam pendahuluan bagai mana hukumnya, apakah tetap haram kerena apapun bentuknya dan bagaimanapun caranya, khamr tetap khamr, dan makanan yang dicampuri khamr itu haram dimakan dan najis ? atau makanan itu halal dimakan karena sifat “memabukkan” dan penyebab “memabukkan”nya sudah tidak ada, dan yang tertinggal hanyalah bahan baku asal yang terbuat dari bahan yang halal dan suci?
Penulis lebih cenderung kepada pendapat kedua yakni makanan yang dicampuri khamr kemudian dimasak/dipanaskan hukumnya adalah halal dengan argumentasi sebagai berikut :
1. Yang dimaksud dengan “rijsun/najis” dalam ayat : ياايها الذين امنوا انما الخمر والميسر والانصاب والازلام رجس من عمل الشيطان فا جتنبوه لعلكم تفلحون adalah dengan pengertian majazi bukan pengertian haqiqi. Jadi yang dimaksud dengan najis disini adalah najis hukmi/najis li sifatihi (najis secara hukumnya saja, najis sifatnya, yakni sifatnya yang memabukkan) bukan najis aini (najis secara materi, atau bendanya). Dalam ayat ini tidak dinyatakan secara jelas perkataan “meminum/syurb khamr” tetapi hanya memakai kata “Khamr” saja. Kata khamr yang merupakan benda dalam ayat itu disejajarkan dan disebut berurutan dengan pekerjaan yakni al-maisir (judi) al-anshab (berkurban untuk berhala), al-azlam (mengundi nasib dengan anak panah). Maka penulis berkesimpulan bahwa yang dimaksud dengan khamr disini adalah perbuatannya, yakni meminum khamrnya bukan zat khamrnya itu sendiri. Dalam surat Al-Taubah (9) ayat 28 dikatakan bahwa : ……. sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis….. Jadi badan mereka itu najis dan apabila kita bersentuhan dengan mereka, kita perlu membersihkan diri dari najis seperti kita telah bersentuhan dengan Anjing atau Babi?
Dari aspek kebahasaan, kata “rijs” diartikan sebagai najis, kotoran dan keharaman. Lebih jauh berarti perbuatan buruk, azab,laknat dan kufur.[24] Dalam Kamus al-Mu’jam al-Wasith dikatakan sebagai الفعل القبيح.[25]
2. Apabila khamr itu merupakan benda yang najis, maka Rasulullah SAW akan melarang para sahabat menumpahkan khamr itu di jalan-jalan karena dikhawatirkan mengenai pakaian dan badan para sahabat, atau bekas tumpahannya yaitu ketika terjadi peristiwa turun surat Al-Taubah ayat 28 yang mana para sahabat menumpahkan khamr di jalan-jalan sehingga diilustrasikan oleh para mufasir bahwa kota Madinah banjir dengan khamr.
3. Al-Qur’an sendiri mengatakan bahwa didalam khamr itu ada manfaatnya, walau manfaatnya itu lebih kecil daripada dosanya.
ئلونك عن الخمر والميسر قل فيهما اثم كبير ومنافع للناس واثمهما اكبر من نفعهما . Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Syatibi bahwa dalam sesuatu hal yang diperintahkan tidak mutlak mengandung manfaat seluruhnya, demikian juga tidak semua yang larang tidak mutlak mengandung mafsadat seluruhnya. Hal itu tergantung pada kondisi, situasi, dan manusia yang melingkupinya.[26]
Khamr, walaupun secara umum dipakai untuk mabuk-mabukan, tertapi ada manfaatnya seperti bahan campuran makanan yang telah dijelaskan dimuka.
4. Adanya perubahan kimiawi terhadap khamr apabila dipanaskan. Salah satu sifat dari alkohol yang merupakan zat penyebab terjadinya mabuk sangat peka terhadap panas. Jangankan dipanaskan, di simpan diruang terbuka saja al-kohol akan menguap. apalagi kalau dipanaskan, maka apabila makanan yang dicampuri dengan khamr itu dipanaskan, maka alkohol itu akan hilang dan yang tersisa hanya bahan baku khamr semula (yakni sari anggur, sari kurma dll). Ini merupakan analogi dari perubahan khamr ketika menjadi cuka, baik dengan sendirinya, maupun direkayasa oleh manusia dijadikan cuka. Oleh karena itu tidak salah jika Imam Hanafi berpendapat bahwa khamr yang sudah dipanaskan/diuapkan sehingga kadar alkoholnya hilang adalah halal untuk dimakan.[27]
5. Asal dari khamr adalah barang halal, dan barang halal tidak akan menjadi barang haram. Hal ini sesuai dengan qaidah fiqhiyah : الأصل بقاء ما كان على ما كان Karena asalnya adalah buah anggur atau bahan lainnya yang halal sebagai bahan dasar khamr itu merupakan barang yang halal, kemudian diperas dan terjadi proses permentasi yang menyebabkan perasan anggur itu “didatangi” alkohol kemudian menjadi haram, tetapi apabila dipanasi dan hilanglah alkohol dari perasan anggur itu, maka yang tersisa adalah perasan anggur atau bahan yang lainnya dan kembali ke asal semula.
6. Apabila alkohol sebagai zat yang menyebabkan mabuk itu sudah tidak ada lagi pada perasan anggur, maka sifat memabukkan dari perasan anggurpun sudah tidak ada lagi. Maka, makanan yang dicampuri dengan khamr kemudian dipanaskan sudah lepas dari unsur-unsur iskarnya khamr. Jadi makanan yang diberi campuran khamr kemudian diuapkan maka hukumnya haram.
7. Pendapat Imam Rabi’ah (guru Imam Malik) al-Lais bin Saad, Abi Ibrahim Ismail bin Yahya al-Muzani (ulama terkemuka mazhab Syafi’I) mazhab az-Zahiri dan sebagian ulama Baghdad kontemporer mengatakan bahwa Khamr merupakan benda suci.[28]
8. Manfaat yang didapatkan dari Pencamuran Khamr dengan makanan itu seperti yang telah dijelaskan dalam pendahuluan adalah :
One. Untuk bahan campuran kue akan menambah citra rasa dan aroma yang enak.
Two. Untuk dijadikan bahan “pembacam” (perendam) daging atau ikan adalah mengempukkan daging/ikan, mengembukkan tulang ikan, menghilangkan bakteri yang merugikan, menambah citera rasa dan aroma yang enak.

III. KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa :
1. Khamr merupakan benda suci karena terbuat dari benda suci.
2. Pengharaman khamr dalam al-Qur’an dengan menggunakan kata “rijs” adalah pengertian majazi bukan haqiqi.
3. Makanan yang dicampuri dengan khamr kemudian diproses dengan pemanasan api adalah halal untuk dimakan karena unsur iskar dari khamr itu sudah tidak ada lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Abu Ishak al-Syatibi, al-Muwafaqaat li ushuli al-syari’ah, Mesir : Dar al Kutub al-Misriyah, Juz I
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, Yogyakarta : Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren Krapyak, 1984
Anis Ibrahim dkk, Al-Mu’jam al-Wasith, Baerut : Dar al-Fikr ; t.t jilid I
Budiardjo, Dkk, Kamus Psikologi, Semarang : Dahara Prize, 1991, cet II,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jakarta : PT Cipta Adi Pusaka, 1990 cet II , Jilid I
Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997. Jilid IV
Ensiklopedia Indonesia, Bandung : Van Hoeve, t.t. Jilid I
Ensiklopedi Ijmak, terjemah KH. Sahal Mahfudz, Jakarta : Pustaka Firdaus, 1987.
Ibn Katsir, Abi Fida’ Ismail bin Katsir al-Quraisyi al-Damsiqi, tafsir al-Qur’an al Adhim, Mesir, Isa al-Bab al-Halabi, t.t. jilid I
Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa nihayah alMuqtasid, Baerut : Darul Fikr,t.t, Juz II
Ibn Fadl Jalaluddin Muhammad bin Muharram al-Ifriqi, Lisanul Arab, Baerut : Dar Shadar,t.t, Jilid IV
Ibrahim Anis dkk, al-Mu’jam al-Wasith, Baerut : Darul Fikr, t.t, jilid
Imam an Nasa’I, Sunan an-Nasa’I, Mesir : Dar al-kutub al-Araby, t.t, Jilid VII
James A.H. Murray, Henry Brandly, eds. The Oxford English Dictionary, London: 1978
Lois Ma’luf kamus al-Munjid, Baerut: Dar al-Fikr, 1987
Materi Dakwah Terurai dalam Pembangunan, Pemerintah DKI Jakarta, Proyek Penataran Kader Mubaligh, Jakarta, 1994
Meka Dewi Implasia dkk, Kimia 3 untuk SMU kelas III, Jakarta: Galaxi Puspa Mega1994.
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Rowai’I al-Bayan Tafsir ayaat al-ahkam, Baerut : Darul Fikr, t.t,
Muhammad Fakhruddin al-Razi bi Allamah Dhiya al-Din Umar, Tafsir Fakhrurrazi, Beirut, Dar al Fikr, 1981 Jilid XII
Suardhana Linggih dan prayitno Wibowo, Ringkasan Kimia, Bandung : Ganeca Exact1987
Soedjono D, Alkoholisme, Paparan Hukum dan Kriminoliogi, Bandung : Remaja Karya, 1984, cet I
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandung : Sinar Baru Algensindo cet ke 32 1998.
Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir, Baerut : Darul Fikr, jilid I
Al-Qurtubi, Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshari, al-Jami li ahkam al- Qur’an, Mesir : Dar al-Kitab al-Mishriyyah Juz III

[1] Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandung : Sinar Baru Algensindo cet ke 32 1998. hal 19
[2] Abu Ishak al-Syatibi, al-Muwafaqaat li ushuli al-syari’ah, Mesir : Dar al Kutub al-Misriyah, Juz I halaman 39.
[3] Lihat Lois Ma’luf al-Munjid, halaman 195. Anis Ibrahim dkk, Al-Mu’jam al-Wasith jilid I halaman 254. Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, hal.397
[4] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Rowai’I al-Bayan Tafsir ayaat al-ahkam, Baerut : Darul Fikr, t.t, hal 267
[5] Ibn Fadl Jalaluddin Muhammad bin Muharram al-Ifriqi, Lisanul Arab, Baerut : Dar Shadar, Jilid IV hal. 256
[6] Muhammad Fakhruddin al-Razi bi Allamah Dhiya al-Din Umar, Tafsir Fakhrurrazi, Beirut, Dar al Fikr, 1981 Jilid XII hal 84-85
[7] Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997. Jilid IV halaman 1180, lihat juga Ali Ash-shabuni, ibid, hal. 277.
[8] Imam an Nasa’I, Sunan an-Nasa’I, Jilid VII hal 294
[9] Sebagian ulama ahli hadis mengatakan bahwa hadis tersebut bukan merupakan hadis Nabi, melainkan perkataan Umar bin Khattab yang bunyinya sebagai berikut :
ياايها الناس الا انه نزل تحريم الخمر يوم نزل وهي مت خمسة من العنب والتمر والعسل والحنطة والشعير والخمر ما خامر العقل
Bukankah telah diturunkan pengharaman khamr yang terbuat dari lima macam, yaitu anggur, kurma, madu biji gandum, dan gandum sedangkan yang dimaksud khamr adalah setiap sesuatu yang menghalangi (merusak) akal. lihat Sunan an-Nasai jilid VII halaman 295.
[10] Dalam kamus Oxford alkohol dikatakan sebagai 1. By extention to fluides of the ide of sublimation an assence, guitessence or “spirit” obtained by distillation or rectification, as alcohol of wine, essense or spirit of wine. 2. short for alcohol of wine, this being the mosh familiar or “retified spirits” the pure or rectified spirit of wine the spiritous orintoxicanting element in fermented liquors. Also, populary, any liquor cauntaining this spirit. Absolute or anhydrous alcohol : alcohol entirely free from water. Lihat James A.H. Murray, Henry Brandly, eds. 1978, The Oxford English Dictionary, London. Hal 209. Dari pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Alkohol adalah zat cair yang mengandugn gas dan dihasilkan dari penyulingan (distillation) seperti alcohol dari buah anggrur. Anggur yang telah diberi ragi dan terjadi permentasi dapat memabukkan karena sudah mengandung alkohol.
[11] Soedjono D, Alkoholisme, Paparan Hukum dan Kriminoliogi, Bandung : Remaja Karya, 1984, cet I, hal 135
[12] Budiardjo, Dkk, Kamus Psikologi, Semarang : Dahara Prize, 1991, cet II, hal 22.
[13] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jakarta : PT Cipta Adi Pusaka, 1990 cet II , Jilid I hal. 300
[14] ibid.
[15] Jenis-jenis minuman ini dijelaskan lebih lanjut dalam, Materi Dakwah Terurai dalam Pembangunan, Pemerintah DKI Jakarta, Proyek Penataran Kader Mubaligh, Jakarta, 1994, hal 197.
[16] Wahbah al-Zuhaili, tafsir al-Munir, Baerut : Darul Fikr, jilid I halaman270
[17] ibid, hal 271
[18] Ibid, hal 271
[19] Ibn Katsir, tafsir al-Qur’an al Adhim, Mesir, Isa al-Bab al-Halabi, t.t. jilid I halaman. 255
[20] ibid,
[21] Ensiklopedi Ijmak, terjemah KH. Sahal Mahfudz, Jakarta : Pustaka Firdaus, 1987. halaman 139. Lihat juga Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa nihayah alMuqtasid, Baerut : Darul Fikr,t.t, Juz II hal 332.
40 cambukan merupakan pendapat Imam Syafi’I yang berdasarkan pada hadis Nabi “Telah didatangkan kepada Nabi seseorang yang telah meminum Khamr. Lalu Rasulullah menderanya dengan dua pelapah kurma sebanyak 40 kali cambukan (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, dan Turmudhi dari Anas bin Malik). Sedangkan yang 80 kali cambukan ada dua alasan, pertama berdasarkan qiyas terhadap qadf, yang pelakunya didera dengan 80 kali cambukan, kedua dalam hadis tersebut dikatakan 40 kali cambukan dengan dua pelapah kurma. Ini bisa berarti 40 x 2 = 80 kali., maka kalau dipukul dengan satu batang rotan atau pelapah kurma maka 80 kali.
[22] Ensiklopedi Ijmak, op.cit, hal 35
[23] Ensiklopedi Hukum Islam. Op. cit, hal 1182
[24] Ibnul Manzur Al-Ifriki, Lisanul Arab, op,cit, hal 964.
[25] Ibrahim Anis dkk, al-Mu’jam al-Wasith, Baerut : Darul Fikr, t.t, jilid I hal 330. Lihat juga kamus al-Munawwir, Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak Yogyakarta, 1984. hal 511
[26] Syatibi, Op. cit, hal 39-40
[27] Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Jami li ahkam al-Qur’an, Mesir : Dar al-Kitab al-Mishriyyah Juz III hal. 295
[28] Ensiklopedi Hukum Islam, Op.cit, hal 1183. Lihat juga Ali Shabuni, op. cit, hal 448

No comments: