Thursday, February 1, 2007

ARAH KIBLAT MASJID DAN MUSHOLLA DI KECAMATAN CIPUTAT BELUM TEPAT

Latar Belakang Masalah
Ka'bah merupakan tempat yang paling suci dalam agama Islam. Menurut sejarah, ia dibangun oleh Nabi ibrahim dan puteranya Ismail AS. Bangsa Arab pada umumnya menghormati tempat suci ini. Setiap tahun pada bulan-bulan haji Bangsa Arab dari segala penjuru datang berkunjung ke Makkah sebagai suatu kewajiban agama. Bahkan, ketika dilahirkan, Nabi Muhammad dibawa oleh kakeknya Abdul Muthalib ke kaki Ka'bah, dan di tempat suci inilah bayi itu diberi nama Muhammad.
Sebelum Islam datang, Ka'bah berada dalam kekuasaan suku Quraish. Mereka betul-betul bangga dengan Ka'bahnya dan menghambakan diri untuk mengurusnya dan mengurus para tamu yang datang untuk menemuinya. Melayani Ka'bah dan para tamunya adalah tugas suci dan menjadi kebanggaan. Dan tak jarang adanya peperangan atau perselisihan antara suku Quraisy untuk memperebutkan tugas ini.
Suku Quraisy menyimpan berhala-berhala di sekitar Ka'bah dan menjadikan Ka'bah sebagai pusat kegiatan ritual mereka. Mereka mengatakan bahwa berhala-berhala itu merupakan teman-teman Tuhan.
Kewajiban shalat pada awalnya tidak sekaligus didringi dengan kewajiban menghadap kiblat. Oleh karena itu Nabi melakukan kewajiban shalatnya dengan ijtihadnya menghadap ke Baitul Maqdis di Yerusalem, Palestina. Mengingat Baitul Maqdis pada waktu itu dianggap paling istimewa, sedangkan Ka'bah masih dikelilingi oleh berhala-berhala. Meskipun demikian, bila beliau berada di Makkah, pada saat yang sama juga selalu menghadap ke Ka'bah.
Kerinduan Nabi untuk menghadap Ka'bah yang masih dikuasai orang kafir Makkah mencapai puncaknya pada sekitar 16 atau 17 bulan pasca hijrah ke Madinah, ketika turun firmah Allah yang memerintahkan untuk berpaling ke Ka'bah. (2 : 144)
Pemindahan arah kiblatdari baitul Maqdis ke Ka'bah menimbulkan kehebohan baik dikalangan Umat Islam, terlebih orang kafir Quraisy dan Yahudi. Mereka menganggap bahwa Nabi kembali ke ajaran nenek moyangnya mengingat di Kabah pada saat itu masih dipenuhi oleh berhala-berhala. Ada yang menuduh Nabi tidak tetap pendiriannya. Sedangkan umat Yahudi menganggap bahwa ajaran Nabi hanya jiplakan dari ajaran agama mereka karena Nabi berkiblat ke Baitul Maqdis. Padahal, sebenarnya disisi Allah antara Baitul Maqdis dan Ka'bah adalah sama. Perubahan yang ada hanyalah untuk menguji ketaatan manusia kepada Allah dan Rasul-Nya.
Para ulama sepakat bahwa menghadap kiblat secara aini (tepat arah) merupakan hal yang wajib bagi orang yang berada di Masjidil Haram, atau orang-orang yang bisa melihat langsung Ka'bah. Adapun bagi orang-orang yang jauh dari Ka'bah sehingga Ka'bah tidak dapat dilihat oleh mata seperti di Indonesia, maka ia wajib menghadap kiblat secara tepat. Untuk mencapai ke arah yang tepat diperlukan ijtihad.
Melakukan ijtihad bukanlah masalah yang mudah, ada syarat-syarat yang harus dicukupi oleh pelaku ijtihad ini, diantaranya menguasai ilmu falak. Sementara ahli ilmu falak sampai hari ini masih sangat jarang, dan tidak ada satu lembagapun yang membuka diri untuk menjadi konsultan menentukan arah kiblat yang benar baik yang dibentuk oleh pemerintah (dalam hal ini Depertemen Agama), maupun LSM.
Selama ini dalam membangun tempat ibadah, baik masjid maupun musholla yang dilakukan oleh masyarakat, ketika menentukan arah kiblatnya terkadang masih ceroboh, terlebih bila disekitarnya tidak ada ahli falak. Yang dipakai pedoman oleh masyarakat adalah arah yang sudah dipakai oleh masjid atau musholla yang sudah berdiri terlebih dahulu, sehingga dimungkinkan, apabila masjid atau musholla yang diikuti salah arah kiblatnya, pastilah arah masjid atau musholla yang mengikuti itu juga ikut-ikutan salah. Atau, ada asumsi dimasyarakat bahwa arah kiblat itu identik dengan arah barat. Padahal tidak demikian.
Ciputat merupakan satu kecamatan dimana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berada. Idealnya, UIN peduli terhadap persoalan-persoalan, khususnya persoalan keagamaan yang berada di masyarakat sekitarnya. Dan ini sudah digariskan dalam Tridarma Perguruan Tinggi, salah satunya Pengabdian pada Masyarakat.
Untuk itu, perlu dilakukan penelitian tentang penentuan arah kiblat bagi masjid dan musholla.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
sejauh mana tingkat akurasi arah kiblat masjid dan musholla yang berada di Kecamatan Ciputat
bagaimana pola masyarakat Ciputat dalam menentukan arah kiblat bagi masjid dan musholla ketika awal pembangunannya.

Tujuan Penelitian
mengetahui seberapa tingkat akurasi arah kiblat masjid dan musholla yang berada di Kecamatan Ciputat
Mengetahui Pola masyarakat dalammenentukan arah kiblat bagi masjid dan musholla ketika awal pembangunannya.

Kegunaan Penelitian
penelitian ini berguna untuk :
mendapatkan informasi tentang akurasi arah kiblat bagi masjid dan musholla di wilayah Kecamatan Ciputat.
sebagai penelitian awal bagi penelitian yang lebih besar tentang akurasi arah kiblat bagi tempat ibadah umat Islam
memberikan masukan kepada masyarakat dengan mengoreksi arah kiblat dengan arah kiblat yang tepat pada masjid dan musholla yang tidak/kurang tepat arah kiblatnya
menjadi dasar pertimbangan dan masukan bagi pemerintah dalam melakukan pembinaan tempat ibadah, khsusunya mengenai ketepatan arah kiblat.
menjadi dasar pertimbangan dan msukkan bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam hal ini Fakultas Syari'ah dan Hukum serta Pusat Pengabdian Masyarakat untuk melakukan pembinaan kepada masyarakat melalui ilmu yang dikembangkan dikampus, khususnya ilmu falak.
Metodologi
Penilitian ini mengkombinasikan studi kepustakaan dan studi lapangan. Studi lapangan melalui survey. Bermaksud untuk mendeskripsikan dan memetakan realitas akurasi arah kiblat pada masjid dan musholla di Kecamatan Ciputat.
Survey dilakukan dengan cara langsung turun ke lapangan dan melakukan pengukuran ulang terhadap arah kiblat masjid dan musholla yang menjadi objek penelitian. alat yang digunakan untuk mengukur adalah kompas standard dan theodolite. Untuk mengetahui informasi bagaimana masjid/musholla itu ditentukan arah kiblatnya ketika membangun, alat apa yang digunakan, peneliti melakukan wawancara mendalam dengan pendiri atau pengurus masjid/musholla. Sampel yang diambil mencakup 13 desa. Dan tiap desa diambil sampel untuk masjid dua (2) buah dan untuk musholla tiga (3) buah. Jadi sampel yang digunakan berjumlah 65 sampel. Sampel ditentukan dengan teknik random sampling, berpedoman pada data base yang ada di Kantor Urusan Agama Kecamatan Ciputat adapun uji validitas yang dilakukan dari hasil observasi itu dengan ketentuan :
PENENTUAN
AKURASI
VALIDITAS
diukur
tepat
Valid
diukur
Tidak tepat
Tidak valid
Tidak diaukur
Tepat
Tidak valid
Tidak diukur
Tidak tepat
Tidak valid

Makna Kiblat
Ada dua term yang perlu dijelaskan berkaitan dengan judul diatas yaitu arah dan kiblat. Al-Qur'an (2-144) menggunakan term syatrah untuk arah. Kata syatrah merupakan masdar dari syatara sinonim dari kata al-jihat wal hakiyah, yang artinya arah. Bila kara syatrah diikuti oleh kata masjid al-Haram, maka maknanya adalah arah (menghadap) masjidil Haram.[1]
Sementara itu, kiblat mempunyai arti hadapan. Ka'bah bermaksa pusat pandangan[2] jihat Ka'bah atau ain al-Ka'bah[3] ini berarti bahwa secara etimologi Ka'bah semakna dengan arah yang dalam bahasa Arab disebut Jihat atau syatrah yang dalam bahasa latin disebut Azimuth[4] sehingga secara populer orang menyebutnya dengan arah kiblat.
Arah menurut istilah adalah jarak terdekat dari suatu tempat ke Makkah.[5] Dalam Dunia Astronomi difokuskan sebagai besar sudut suatu tempat yang dihitung sepanjang lingkaran kaki langit dari titik utara hingga titik perpotongan lengkaran vertikal yang menuju ke tempat itu dengan lingkaran kaki langit dengan arah sesuai dengan arah jarum jam.[6]
Walaupun bumi bentuknya nyaris bulat atau oval, beimplikasi pada anggapan "kemanapun kita mengahap arah akan bertemu dengan Ka'bah". Tetapi anggapan ini sudah keluar dari peristilahan arah itu sendiri. Secara jelas, ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan arah kiblat adalah jarak yang paling dekat dari dua posisi yaitu tempat tertentu dengan Ka'bah (di kota Makkah). Bekaitan dengan arti tern kiblat yakni jihat al-Ka'bah atau ain al-Ka'bah, maka perdebatan di sekitar arah kiblat juga akan berkait dengan kedua arti tersebut apakah yang dimaksud dengan arah kiblat itu jihatnya (arahnya) atau ainnya (wujud bendanya)

Hukum Menghadap Kiblat
Setiap muslim diwajibkan untuk menunaikan shalat lima waktu tepat pada waktunya dan harus menghadap kiblat. Tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama bahwa keharusan menghadap kiblat merupakan salah satu syarat sahnya shalat.[7] Hal ini sesuai dengan perintah Allah dalam surat al-Baqarah, 144, 149 dan 150. kewajiban menghadap kiblat itu dikuatkan lagi oleh hadis Nabi :
Dari Abu Hurairah Dia berkata : Nabi SAW berabda : Apabila kamu hendak mendirikan shalat, maka sempurnakanlah wudhumu, kemudian menghadap kiblat dan bertakbirlah (HR. Bukhari dan Muslim)
Perbedaan muncul ketika memehami arah kiblat, apakah harus tepat menghadap Ka'bah (ainul Ka'bah) atau cukup ke arah taksirannya saja (jihatul Ka'bah)? Secara tekstual, dalam surat al-Bawarah diatas jelas disebutkan kata syatral masjidil haram yang berarti arah atau jihat. Hal ini mengindikasikan bahwa bagi orang-orang yang berada di sekitar Ka'bah berkewajiban untuk menghadap Ka'bah (ainul Ka'bah), sedangkan bagi orang yang jauh dari Ka'bah para ulama berbeda pendapat. Dalam hal ini Ibnu Rusyd[8] membagi perbedaan pendapat itu dalam dua permasalahan yaitu :
apakah yang diwajibkan menghadap ainul Ka'bah atau jihatul kabah? Dalam hal ini, ada dua pendapat :
bagi orang yang jauh dari Ka'bah wajib atasnya menghadap ainul ka;bah, walaupun pada hakekatnya ia hanya menghadap jihatul Ka'bah. Ini merupakan pendapat Imam Syafi'i
bagi orang yang jauh dari Ka'bah cukup menghadap jihat al-kabah saja. Ini merupakan pendapat Imam Hanafi.
apakah mujtahid dalam menentukan arah kiblat harus tepat atau pasti menuju arah kiblat yang sebenarnya, atau cukup hanya berdasar pada ijtihadnya saja? Dalam hal ini terdapat dua pendapat :
bila diharuskan tepat, apabila terjadi kesalahan maka shalatnya harus diulang (shalat mu'adah)
bila cukup berdasarkan ijtihadnya saja, apabila terjadi kesalahan menentukan arah kiblat, maka shalatnya tidak perlu diaulang. Sebab hasil ijtihad tiu bisa benar dan bisa salah, dan semua itu mendapat pahala.
Imam Syafi'I lebih cenderung kepada pendapat pertama, yakni harus tepat arah. Sedangkan Imam Hanafi dan Maliki lebih cenderung kepada pendapat kedua. Imam maliki menambahkan bila arah kiblat yang sebenarnya diketahui, sedangkan waktu shalat masih ada, maka yang bersangkutan disunnahkan untuk mengulangi shalatnya.

Pengukuran Arah Kiblat di Kecamatan Ciputat
Penelitian arah kiblat untuk syatrah di Kecamatan Ciputat ini menggunakan metode penghitungan tahqiqi, mengingat metode ini lebih memberikan akurasi yang tinggi. Dengan kemiringan arah kiblat yang dihasilkan melalui metode ini, lebih memberikan kepastian. Penggunaan rumus spherical trigonometry dalam metode ini dengan sendirinya telah memperhitungkan bahwa sisi-sisi permukaan bumi bukanlah sisi-sisi yang datar seperti pada meta merkator, tetapi sisi-sisinya merupakan sisi-sisi yang melengkung sebagaimana lengkukang pada bola.
Data koordinat y ang diambil untuk Ciputat adalah data untuk Tangerang walaupun Ciputat tidak persis dengan Tangerang, namun inilah yang paling mendekati. Idealnya, untuk mencari data koordinat kota adalah dengan menggunakan Global Positioning System (GPS). Tetapi karena keterbatasan sarana, pada penelitian awal ini kami tidak memakainya.
Adapun perhitungan arah kiblat untuk Kecamatan Ciputat adalah :
proses penghitungan
data yang diperlukan
Lintang tempat Ciputat (Tangerang ) = - 6° 12' LS
Garis bujur Ciputat (Tangerang) = 106° 30' BT
Lintang Ka'bah = 21° 25' LU
Garis Bujur Ka'bah = 39° 50' BT
90° – (-6° 12' ) = 96° 12'
90° - 21° 25'= 68° 35'
106° 30 – 39° 50' = 66° 40'
Rumus
Cotg B – Cotg b. sin a – cos a. cotg c
Sin c
Cotg B = Cotg 68° 35' x sin 96° 12' – cos 96° 12' x cotg 66° 40'
Sin 66° 40'
Cotg B = 0,392231316 x 0,994150964 – (-0,107999355) x 0,431357893
0,918216106
Cotg B = 0,471254531
B = 64° 46' 3″.47 (U-B)
Atau 90° – 64° 3'47″ = 25° 13' 56″53 (B-U)
Jadi, sudut arah kiblat untuk Kecamatan Ciputat adalah 25° 13' 56″, 53 dihitung dari titik barat ke arah utara (kanan)

Praktek Menentukan Arah Kiblat di Masyarakat.
Hal terpenting dalam persiapan membanun tempat ibadah adalah letak mihrob. Disebelahmana dan kearah mana ruang mihrob itu berada selalu menjadi perhatian karena kelak akan menjadi patokan orang untuk mengenali kiblat shalat. Asumsinya, letak mihrab merupakan arah kiblat yang sebenarnya. Oleh karena itu, dalam menentukan arah kiblat harus dilakukan secara akurat dan ekstra hati-hati.
Dimasyarakat, masih terdapat pembangunan masjid/musholla yang arah kiblatnya diukur secara spekulasi mengikuti bangunan masjid yang ada, atau bahkan menghadap kearah barat. Lebih riskan lagi ternyata arah barat yang dimaksud itupun berdasarkan perkiraan belaka.
Dari hasil temuan di lapangan terdapat beberapa model dalam menentukan arah kiblat di masyarakat.
1. Metode pengukuran taqribi (menggunakan acuan perkiraan). Model yang digunakan dalam metode ini biasanya mengambil bentuk yang sederhana. Data yang diperlukan cukup dengan mengetahui titik mata angin utama yaitu : Barat, Utara, Timur dan Selatan. Biasanya yang melakukan pengukuran telah memiliki pengetahuan dasar yang sederhana perihal posisi Ka'bah ditinjau dari tempat/lokasi pengukuran. Dengan bekal pengetahuan arah mata angin utama tersebut maka letak Ka'bah dari tempat pengukuran cukup dikenali apakah lurus, miring ke kanan atau ke kiri. Karena sifatnya yang dikira-kira, tentu saja keakuratannya sangat rendah. Biasanya yang alat yang digunakan adalah :
a. menggunakankan pisau silet. Pusat magnet pada titik bumi dapat dicari melalui pisau silet. Caranya dengan menempatkan pisau silet diatas permukaan air dengan syarat jangan sampai tenggelam. Tunggu sampai silet bergerak mencari posisi, dan setelah stabil, silet telah menentukan posisi Utara Selatan.
b. Menggunakan Kompas. Cara ini relatif lebih mudah. Biasanya jarum kompas sangat sensitif dan mudah bergerak khususnya apabila ada logam disekitarnya. Ujung depannya selalu mengarah ke Utara-Selatan. Setelah arah Utara-Selatan disamping penunjuuk arah, ada juga kompas penunjuk arah kiblat. Kompas semacam ini sudah diberi angka-angka skala di sekelilingnya. Dapa tengah-tengah kompas melalui titik pusatnya terdapat tanda panah yang mengarah pada titik nol. Kompas ini memiliki buku panduan menentukan arah kiblat, biasanya mencantumkan nama kota besar di seluruh dunia dengan kode angka tertentu. Jika ujung jarum kompas diarahkan tepat pada kode angka tersebut, maka ujung gambar panah yang menunjuk titik nol. Itulah arah kiblat untuk kota yang berkode angka tersebut. Untuk kota-kota di Pulau Jawa, kode angka yang ditetapkan adalah 7,5. penyamarataan kode angka untuk seluruh kota di pulau Jawa ini menunjukkan bahwa arah kiblat yang ditunjukkan oleh panah kompas macam ini masih bersifat taqribi.
c. Penggunaan tongkat Istiwa. Biasanya tongkat ini terbuat dari kayu atau besi yang ditancapkan tegak lurus terhadap bidang datar di halaman. Penempatan di halaman dimaksud agar dapat membuat bayang-bayang dari sinar matahari secara langsung sebelum dan sesudah zawal (saat matahari mencapai titik kulminasi). Disekeliling tongkat yang tegak tersebut dibaut lingkaran dengan titik pusat pada tongkat. Saat bayang-bayang ujung tongkat menyentuh garis lingkaran, sebelum kulminasi maka diberi tanda titik. Demikian pula ditandai dengan titik saat bayang-bayang ujung tongkat menyentuh garis lingkaran setelah kulminasi. Dari kedua titik tersebut lalu dihubungkan, maka garis tersebut menunjukkan arah Timur-Barat. Penggunaan tongkat istiwa untuk menentukan arah mata angin sebetulnya sebih terjamin akurasinya dibanding dengan menggunakan pisau silet atau jarum kompas. Pada jarum kompas, untuk beberapa tempat di permukaan bumi mengalami deviasi arah akibat lengkungan permukaan bumi. Daftar penyimpangan jarum kompas dan true north (utara sejati) bisa ke arah kiri (barat) atau ke arah kanan (timur). Seberapa besar angka penyimpangannya, maka tidak selalu sama antara satu kota dengan kota yang lainnya. Penyimpangan dari satu kota ke kota lain relatif kecil, sehingga perbedaan angka yang terlalu kecil bisa diabaikan dan karenanya bisa dilihat dalam peta magnetik variation, penyimpangannya minus atau plus sekian derajat kearah timur/barat.
d. Memakai al-Rubu'ul mujayyab. Alat ini berbentuk sepertempat lingkaran (kwadrant) yang biasanya terbuat dari kayu. Pada salah satu permukaan sisinya diberi skala-skala derajat dicetak pada lempengan baja atau karton. Dari titik pusatnya diberi benang untuk menggantung pendulum (syaqul). Benang inilah yang dipakai untuk menunjukkan skala-skala tertentu baik pada kotak-kotak yang berjumlah 60 kotak pada sisi lempengan tersebut atau pada sepanjang busur yang diberi skala hingga 90 derajat. Pada salah satu sisi segitiga rubu' dari arah titik pusat hingga ujung ahkhir busur terdapat lobang kecil (hadafah) yang berfungsi untuk membidik sasaran. Selain itu bisa dipakai untuk mengukur kiblat, alat ini juga efektif untuk mengukur ketinggian benda langit, atau benda-benda lainnya termasuk mengukur kedalaman sumur.
2. metode pengukuran Tahqiqi (metode pengukuran akurat)
metode ini dikerjakan melalui perhitungan matematis dengan menggunakan rumus-rumus ilmu ukur segitiga (trigonometri) perhitungan dimaksud untuk mencari sudut arah kiblat, yakni sudut dari sebuah segitiga bola yang sisinya terbentuk dari lingkaran-lingkaran besar yang saling berpotongan melalui titik Ka'bah, kota/lokasi pengukuran dan titik utara. Selanjutnya melalui modifikasi rumus, untuk posisi di Indonesia, misalnya hasil yang diperoleh sudut arah kiblatnya bisa terbaca sekian derajat dari titk barat ke arah utara atau dari titik utara ke arah barat. Besaran arah sudut iblat yang dihasilkan dari perhitungan melalui rumus-rumus ilmu ukur segitiga bola merupakan data terpenting dalam metode tahqiqi. Data yang diperlukan adalah : a) Lintang Tempat (lokasi pengukuran) b) garis bujur tempat (lokasi pengukuran) c) lintang kota Makkah (Ka'bah) d) Garis bujur kota Makkah (Ka'bah) seperti yang telah diterangkan dalam nenentukan arah kiblat di Ciputat. Keempat data tersebut dapat ditemukan dalam buku khusus untuk itu. Praktek pengukuran lainnya untuk menentukan lintang, dan garus bujur tempat adalah dengan menggunakan alat yang disebut GPS (Geographic Possition System). Sedangkan alat ukur y ang paling akurat adalah memakai Theodolite.

Temuan Penelitian.
Dari 26 masjid dan 39 musholla yang dijadikan sampel ternyata hanya satu masjid (4%) sementara sisanya 96 % arah kiblatnya tidak tepat. Sedangkan untuk musholla, hanya dua musholla (5%) saja yang arah kiblatnya sudah tepat. Sisanya 95 % arah kiblatnya tidak tepat. Masjid/musholla yang tepat adalah Masjid Agung Al-Jihad Ciputat, Musholla Ar-Rahmah Legoso dan Musholla Al-Hidayah Sawah Baru. Tetapi kalau dilihat lagi dari cara menentukan arah kiblatnya, ternyata hanya masjid Al-Jihad saja yang diukur sesuai dengan metode yang benar, sedangkan sisanya, musholla Ar-Rahmah hanya dikira-kira saja dengan mengikuti arah kiblat masjid yang sudah ada, dan musholla al-Hidayat Sawah Baru dengan memakai kompas kiblat yang ada pada sajadah.
Dari beberapa masjid dan musholla, ada beberapa yang akurasi kiblatnya hampir mendekati kebenaran yaitu Masjid Baiturrahman Legoso dan Masjid Istiqamah Cempaka Putih. Kedua masjid ini hanya kurang – 2 derajat saja yang pengukurannya memakai kompas. Dimungkinkan kekurangan ini terletak dari cara pengukuran yang dilakukan yaitu kompas sangat mudah sekali untuk bergoyang, atau alat yang dipakai untuk membuat titik terbuat dari logam sehingga mempengaruhi magnet kompas, atau dalam menarik benang, yang menjadi patokan adalah pondasi kiri-kanan bangunan bukan ditengah, sesuai dengan mihrabnya. Sedangkan musholla yang akurasinya mendekati kebenaran adalah mushollaAr-Raudhah di Serua Lama dan musholla Al-Barkah di Serua Indah. Dalam penentuan arah kiblat kedua masjid ini dengan cara taqriri (dikira-kira)
Sedangkan penyimpangan arah kiblat yang paling besar pada masjid al-Istiqomah Cireundeu yang mencapai –31 derajat. Penentuan arah kiblat masjid ini menurut pendirinya adalah mengikuti arah barat dan mengikuti bentuk tanah. (dikira-kira) sedangkan musholla yang penyimpangan arah kiblatnya paling besar adalah musholla Al-Barkah Cipayung yang mencapai – 30 derajat. Dalam menentukan musholla ini seperti yang dituturkan oleh Pendirinya H. Barli hanya diperkirakan saja.

Kesimpulan.
mayoritas masjid dan musholla yang ada di Kecamatan Ciputat arah kiblatnya tidak akurat.
dari hasil wawancara dengan pendiri adan pengurus Masjid/Musholla diperoleh keterangan bahwa ketika mendirikan masjid/musholla tidak didahului dengan pengukuran yang tepat karena ketidak tahuan mereka.
ada beberapa vasiasi cara menentukan arah kiblat yaitu memakai silet, mengikuti masjid/musholla yang sudah ada, memakai tongkat istiwa, memakai kompas penunjuk arah, memakai kompas arah kiblat. Namun ketika ditanya arah kiblat yang sebenarnya, mereka tidak mengetahuinya, yang mereka ketahui hanya arat Utara- Selatan saja. Atau paling mendekati adalah pernyataan bahwa arah kiblat itu adalah ke arah barat miring sedikit, tanpa menjelaskan berapa kemiringan itu.
ada sebagian masjid/musholla yang dibangun oleh Developer, namun keakuratannya cukup rendah, hal ini dapat dipastikan bahwa para developer itu tidak tahu arah kiblat yang pasti

Rekomendasi.
perlu dilakukan pengukuran ulang seluruh masjid/musholla yang ada di Kecamatan Ciputat, supaya masyarakat mendapat keyakinan yang pasti akan arah kiblat yang benar.
untuk melaksanakan salah satu Tridarma Perguruan Tinggi yaitu pengabdian masyarakat. Perlu dibentuk sebuah lembaga/laboratorium di bawah Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Jakarta yang berkonsentrasi pada masalah penentuan arah kiblat dan hisab ru'yat.

Referensi :
Abdul Rachim, Ilmu Falak, Yogyakarta 1983
Dirjen Bimbaga Islam, Ditbinbapera Islam, Depag RI, Pedoman Penentuan Arah Kiblat, Jakarta, 1994-1995
Ibrahim Salamun, Ilmu Falak, cara mengetahui awal bulan, awal tahun muslim, Kiblat dan perbedaan waktu, Surabaya : Pustaka Progresif, 2002
Ibn Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Baerut : Darul Fikr, tt
Jan Van Den Brink & Marja Meeder, Kiblat Arah Tempat Menuju Mekkah, terj. Andi Hakim Nasution, Jakarta : Litera Inter Nusa, 1993
Warson Munawwir, Kamus al Munawwir, Yogyakarta : Pusat Pengadaan dan Penerbitan Buku Pondok Pesantren Krapyak, 1989
[1] Warson al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir, 1984, hal 770
[2] ibid, hal 1169
[3] Abdurrahman al-Jaziri, 1990, hal 194.
[4] Almanak Hisab Rukyat, Depertemen Agama RI 1981
[5] Jan Van Den Brink & Marja Meeder, Kiblat Arah tepat Menuju Makkah, terjemahan Andi Hakim Nasution, Jakarta Letera Antar Nusa , 1993 hal 2
[6] Depag, op.cit, hal 224
[7] Sayyid sabiq, Fiqh Sunnah, Bairut : Darul Fikr, hal 109 lihat juga Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Baerut, Darul Syaqafah al-Islami, tth hal 80.
[8] Op.cit, hal 80-81

No comments: